Rabu, 05 September 2012

Produksi Beras Sulsel 506.707 Ton



Rabu, 05 September 2012
MAKASSAR – Produksi beras Sulawesi Selatan (Sulsel) berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel sejak Januari hingga April 2012 telah mencapai 506.707 ton. Produksi terbanyak dihasilkan oleh Kabupaten Pinrang.

Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Sulsel Khaerul Agus mengatakan, perhitungan tersebut dihasilkan dari pendataan industri penggilingan padi 2012 atau PIPA12 yang dilakukan secara complete enumeration atau sensus lengkap di seluruh kabupaten/ kota dengan 17.341 perusahaan dan usaha.

“Hasilnya kami memperoleh data produksi beras telah mencapai 506.707 ton dari 842.895 ton gabah yang digiling pada industri yang berlokasi tetap maupun keliling berasal dari industri besar hingga kecil,”kata dia.

Namun dari seluruh produksi beras di Sulsel tersebut, tidak semuanya diserap Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sulsel.“Memang tidak semua gabah yang ada di Sulsel diserap Bulog,” ujar Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sulsel Rahman Daeng Tayang secara terpisah.

Menurut Rahman, hanya separuh dari produksi petani di Sulsel yang biasanya diserap Bulog dengan harga pasar yang telah ditentukan.Beberapa petani khususnya yang memproduksi beras dikalangan industri kecil dan mikro tidak melepas berasnya ke Bulog melainkan dikelola sendiri. Prognosa pengadaan beras dari Bulog sejak Januari hingga April atau di kuartal I/2012 mencapai 180.267 ton atau 22% dari total prognosa yang ingin dicapai Bulog tahun ini sebesar 526.000 ton.

Sementara per Agustus lalu telah terealisasi 272.000 ton atau 52% dari target prognosa. Perhitungan BPS masih dilanjutkan hingga kini untuk mengetahui perkembangan produksi beras di kuartal II/2012.Ada kecenderungan,di kuartal II/2012 daerah penghasil beras akan bergeser dari Pinrang. Beberapa daerah seperti Sidrap dan Sengkang tengah memasuki panen paruh kedua.

 Dengan pertumbuhan produksi beras yang kian besar di Sulsel,harapan akan surplus beras terbuka lebar. Apalagi melihat perkembangan produksi beras dari Mei 2011 ke April 2012, telah ada 1.328.512 ton dari 2.211.144 gabah kering giling (GKG), dengan daerah penghasil paling tinggi masih dipegang Pinrang disusul Sidrap, Bone,Wajo dan Gowa. rahmat hardiansya

Read More >>

2.499 Koperasi Sulsel Tak Aktif



RABU, 05 SEPTEMBER 2012 

MAKASSAR,  – Saat ini lembaga keuangan di luar bank atau yang biasa disebut koperasi, yang tercatat di Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel, sebanyak 8.214 koperasi dari 24 kabupaten atau kota. Namun sayangnya, sebanyak 2.499 koperasi yang sudah tak aktif saat ini atau sekitar 26 persen.
Menurut Humas Dinas Koperasi dan UKM, Khaeruddin, di ruang Bidang Kelembagaan Koperasi, Selasa 4 September, dari 8.214 koperasi, yang aktif dan masih berjalan hingga saat ini hanya sebnyak 5.715 koperasi.
Ada banyak kemudahan yang bisa didapatkan masyarakat dalam meminjam sejumlah dana di koperasi, apalagi ia merupakan anggota dari koperasi tersebut.
“Slogan koperasi, dari anggota untuk anggota, berbeda dengan lembaga keuangan lainnya seperti bank. Dengan suku bunga yang rendah, mampu meringankan beban anggotanya dalam meminjam sejumlah dana,” ungkapnya.
Ketidakaktifan sebuah koperasi, lanjutnya, biasanya sering terjadi karena pengurusnya meninggal dunia. Selain itu, kadang koperasi tersebut berpindah alamat yang kemudian tidak lagi terdaftar di Dinas Koperasi dan UKM kabupaten atau kota. Dengan kata lain, semuanya kembali bergantung kepada para pengurusnya lagi.
“Kita disini hanya sebagai pemantau dan mengumpulkan data dari seluruh kabupaten/kota dan Sulawesi Selatan. Jadi semuanya dikembalikan lagi kepada Dinas Koperasi dan UKM daerah masing-masing, karena mereka yang paling berperan penting,” katanya.
Sumber dana sebuah koperasi, tambah Khaeruddin, selain dari dana internal para anggota­nya, juga ada dana eks­ternal. Itu seperti dana pinjaman dari pihak bank atau pun dana suntikan dari pihak ketiga. (mg3/ami)
Read More >>

Dilema IPM dan Rakyat Buta Huruf Sulsel (bagian III)


RABU, 05 SEPTEMBER 2012 

Ridwan IR
Peneliti Buta Aksara

Program pemberantasan buta huruf adalah sesungguhnya program nasional yang telah dilakukan sejak tahun 1995 oleh Kemendiknas dan lebih terarah perencanaan dan pelaksanaannya khususnya di Sulsel sejak ditanda tanganinya kesepatan bersama antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi Sulsel dan para bupati di Kabupaten Bone tahun 2006, yang memuat kesepatan pendanaan program oleh Pemerintah Pusat 50 persen dan pemerintah daerah 50 persen.
Dengan target sisa 5 persen penyandang buta huruf di Sulsel dan nasional. Pelaksanaan kesepakatan tersebut berjalan dengan baik pada tingkat pelaksanaan program dengan berbagai variasi yang bertujuan menemukan jumlah warga buta aksara, mengajak mereka ke dalam program, dan berupaya mempertahankan kepesertaan warga dalam program hingga akhir pelaksanaan program.
Tersebutlah program itu sebagai Program KF (keaksaraan fungsional) KBU (Kelompok Belajar Usaha), KUM (keaksaraan usaha mandiri), TBM (tamana bacaan masyarakat), namun dalam pelaksanaan tetaplah menyisakan masalah dan dilema pada sisi lain karena adanya beberapa hal.
Pertama, bahwa tidak semua pemerintah kabupaten/kota melakukan dukungan penuh melalui penganggaran maksimal sesuai kesepakatan di atas sehingga tidak melahirkan intervensi pemberantasan buta huruf secara komperhensif dan berkelanjutan.
Kedua, dari capaian data warga buta huruf di Sulsel yang ditemukan, mereka masih enggan (80 persen) untuk ikut dalam program KF karena faktor umur (80 persen berumur di atas 45 tahun), rasa malu pada anak-anak mereka dan lingkungannya, tidak adanya waktu luang, karena sebagian besar adalah ibu rumah tangga dan bahkan telah memiliki kesibukan rutin yang tidak bisa mereka tinggalkan karena menyangkut pemenuhan kebutuhan hidup, merasa tidak perlu ikut karena usia yang sudah lanjut, Tenaga pendidik yang kurang dari sisi jumlah dan kompetensi personal, sarana pembelajaran yang tidak mendukung/tidak memadai.
Ketiga, pelaksanaan progam KF pada warga belajar ada yang berulang pada komunitas yang sama dengan nama dan tempat yang sama dari tahun ke tahun (manipulasi data dan tempat), juga ada yang mengajukan program tapi sasaran program belum ada.
Sehingga jumlah warga yang diintervensi oleh program tidak pernah berkurang, hal ini terjadi karena verifikasi pelaksana program dan calon sasaran tidak pernah dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh sesuai tuntutan Juknis pelaksanaan program.
Keempat, pelaksanaan program pendukung ditengarai tidak tepat sasaran sehingga tidak dapat mendukung program KF, hal ini terjadi pada program KBU/KUM yang menjadi sasaran program 70 persen bukanlah warga belajar KF.
Sehingga upaya untuk mempertahankan minat dan semangat warga belajar KF tidak dapat di upayakan hingga akhir program, dan jumlah dari warga belajar yang mengikuti hingga akhir pelaksanaan progam hanya berkisar 10-30 persen saja dari 10 orang per kelompok belajar.
Pada program TBM juga demikian yang terjadi dimana sasaran pelekasana TBM di tengarai 70 persen bukanlah berada pada lokasi dan kelompok pelaksanaan program KF.
Sehingga upaya untuk melestarikan dan meningkatkan kemampuan membaca warga belajar KF selama mengikuti dan terlebih pasca pelaksanaan program tidak dapat tercapai dan mengakibatkan mereka kembali menjadi buta huruf setelah 6 bulan dan satu tahun kemudian serta tetap tidak mengurangi jumlah buta huruf di Sulsel dan Indonesia pada umumnya.
Kelima, ada kesan yang keliru oleh pelaksana program, tak kala mereka melakukan intervensi program pada jumlah warga buta huruf, maka jumlah intervensi itu pula yang dihitung sebagai warga tuntas buta aksara setiap tahunnya, namun tidak demikian jika kita menelaah permasalahan dan dilema di atas, dimana jumlah yang diintervensi pada awal program berjumlah besar (misalnya 25.000 orang) dan pada akhir program hanya tersisa 10-30 persen atau 1 hingga 3 orang perkelompok KF.
Sehingga perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap jumlah yang bebas buta aksara setelah pelaksanaan program dengan jumlah yang katanya telah diintervensi besar di Sulsel selam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Keenam, bahwa dengan membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat terlebih lima tahun terakhir, telah memberi kontribusi pada membaiknya kualitas hidup masyarakat di satu sisi dan pada sisi lain mereka yang menyandang status buta huruf dari sebagian besar penduduk lansia (umur 45 tahun keatas) akan semakin panjang umur mereka dan enggan untuk ikut dalam program KF.
Sehingga akan tetap menjadi penyumbang jumlah buta aksara di Sulsel 5 hingga 20 tahun ke depan dan tetap akan memengaruhi capain indeks pembangunan manusia di Sulsel khususnya jika tidak dilakukan upaya-upaya cerdas sesegera mungkin secara berkelanjutan.
Harapan Ke depan
Karena capaian indeks IPM di Indoensia menggunakan angka agregat dari data BPS bukan data Diknas, maka perlu dilakukan upaya kompromi untuk menyatukan kedua data yang ada saat ini.
Upaya ini sesungguhnya telah dilakukan dengan melakukan Penanda tangankan MOU antara pihak Diknas Sulsel dengan BPS Sulsel Tahun 2010 lalu, tetapi hingga hari ini belumlah ada hasil yang dapat dijadikan rujukan bersama.
Sehingga hal tersebut perlu segera di realisasikan kembali secara bersama dalam bingkai kerjasama yang lebih nyata dan cepat.
Capaian indeks IPM oleh daerah lain bahkan secara nasional tidak perlu merisaukan kita karena kita juga belum tahu persis apakah permasalahan yang dihadapi di Sulsel ini tidak terjadi di tempat lain atau bahkan mereka telah maju dengan melakukan manipulasi yang lebih parah dan sistematis (di negara kita ini apa sih yang tidak bisa dilakukan).
Kini saatnya kita jadikan capain IPM 2011/2012 sebagai tonggak kesadaran baru untuk menuju pada kondisi nyata antara capaian sekian ratus penghargaan terhadap prestasi pembangunan di Sulsel dengan capain IPM secara maksimal (minimal 75 point) dan rasional yang tidak melahirkan gap/jarak yang jauh dengan realitas sesungguhnya di daerah atau Sulawesi selatan secara keseluruhan, semoga! (*)
Read More >>

Menteri Lingkungan Hidup RI Kagumi Gubernur Sulsel


Rabu, 5 September 2012

Makassar,–Menteri Lingkungan Hidup RI, Beerth Kambuaya, memberikan pujian kepada Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo saat melakukan kunjungan ke Makassar Rabu (5/9/2012). Bert mengaku kagum terhadap sosok seorang Sahrul, dan menilai SYL sebagai orang yang ekstra ordinary person atau orang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata manusia biasa.


“Pak Syahrul itu sosok yang ekstra ordinary person, sangat luar biasa. Jadi, jangan coba-coba jadi Gubernur Sulsel kalau belum bisa menyaingi kemampuan beliau. Tidak gampang menjadi Gubernur Sulsel,” kata Beerth.

Ia mengungkapkan, Syahrul adalah pemimpin yang punya komitmen tegas dan jelas terhadap pelestarian lingkungan hidup. Pasalnya, pendidikan dan kesehatan akan baik jika lingkungan baik.

“Kalau ada pemilihan kepala daerah, pilih yang care terhadap lingkungan. Kalau saya orang Sulsel, saya akan pilih lagi Pak Syahrul,” ujarnya.

Menurutnya, pelayanan publik termasuk menghadirkan lingkungan yang baik, merupakan tanggung jawab kepala daerah.

Beert ke Sulsel dalam rangka memberikan pembekalan lingkungan hidup bagi pramuka yang dikerjasamakan dengan Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumapapua, Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kwartir Gerakan Pramuka Sulawesi Selatan, di Hotel Aryaduta Makassar.[KM2]

Short URL: http://www.kabarmakassar.com/?p=12902
Read More >>

Pemprov Siap Antisipasi Kemarau



RABU, 05 SEPTEMBER 2012 

MAKASSAR, — Pemerintah Pro­vinsi Sulsel menegaskan siap mengantisipasi musim kemarau, terutama menjaga produksi hasil pertanian di Sulsel, khususnya jenis padi.
Wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Nu’mang bahkan mengaku optimis, jika musim kemarau tahun 2012 ini tidak akan banyak berpengaruh pada produksi pertanian di Sulsel.
“Untuk tahun ini Insya Allah kita masih optimis. Soal produksi padi, saya lihat tidak banyak berpengaruh, sekarang ini sementara panen dipantai barat seperti Pinrang serta di Pangkep beberapa waktu kedepan juga akan panen,” kata Agus di Hotel Aryaduta Makassar, Selasa, 4 September.
Meski mengaku bahwa beberapa wilayah di Provinsi Sulsel, seperti pantai barat itu memang sudah masuk musim kering, tetapi sebagaian lagi wilayah di pantai timur itu masih ada hujan.
“Dua tahun terakhir memang anomali cuaca di Sulsel cenderung ke basah, artinya musim hujan cenderung lebih panjang. Sekarang ini kita memang selalu mengantisipasi musim apapun, khususnya pada sector pertanian kita,” katanya.
Hanya saja, lanjut dia, untuk antisipasi jangka panjang musim kemarau ini, seharusnya bukan hanya pada Provinsi Sulsel, tetapi secara nasional juga harus melakukan antisipasi dengan memperbaiki lingkungan, terutama daerah-daerah yang bisa menahan air ketika musim hujan tiba.
“Musim kemarau ini pada sector pertanian khususnya padi, kita sudah mengantisipasi. Jadi, kedepan kita akan memberikan padi yang tahan kering dengan orientasi hanya butuh sedikit air, dan sekarang itu kita sudah siapkan,” tandasnya.
Sejauh ini, masih kata mantan Ketua DPRD Sulsel ini, Provinsi Sulsel telah memiliki padi ladang yang produksinya bisa menghasilkan antara 5 sampai 6 ton. Pengembangan jenis padi ini, kata dia akan terus didorong penggunaaannya di daerah kering.
Meski penanganan musim kemarau tahun 2012 ini masih bisa diantisipasi, tetapi mulai saat ini pihaknya berharap agar semua pihak bisa melakukan antisipasi musim kering yang akan terjadi pada tahun 2013 mendatang.
“Musim kemarau tahun depan harus kita antisipasi dari sekarang, sebab anomali cuacanya lebih panjang pada kondisi kering (kemarau). Kalau untuk tahun ini, saya yakin kita masih bisa mengatasinya karena ini kan sudah masuk bulan 9, dan biasanya kalau bulan-bulan 11 itu sudah mulai hujan kembali,” jelasnya.
Selain itu, Agus juga mengaku bahwa sampai sekarang belum ada laporan petani di Sulsel yang gagal panen sebagai dampak kekeringan.
“Justru yang biasa ada adalah serangan hama penyakit. Cuaca memang sekarang cukup panas, tetapi  sektor pertanian kita belum ada yang terganggu,” katanya.
Ia menambahkan, ka­lau musim kering di Sulsel ber­kepanjangan, biasanya masya­rakat petani akan mengganti tanamannya menjadi Palawija atau Jagung.
“Jadi memang akan kelihatan, kapan musim kemarau panjang maka tanaman padi luas areal-nya semakin menurun, dan luas pertanaman jagung akan meningkat, ini yang terjadi pada tahun 2010 lalu,” ujarnya.
Pemprov Sulsel, lanjutnya, juga menganjurkan petani untuk menanam tanaman yang dibutuhkan saat musim seperti sekarang. “Kedelai kan masih kita impor, termasuk jagung yang permintaannya tinggi dan harganya bagus, itu yang kita anjurkan,” katanya. (eky/ute)
Read More >>