Pers Harus Miliki Mainset Nasional
Makassar,
--Maraknya aksi kekerasan yang menimpa jurnalis, mendapat perhatian
khusus dari Gubernur Sulsel H Syahrul Yasin Limpo. Rencananya, gubernur
akan menyiapkan asuransi untuk para wartawan.
"Kita
melihat wartawan ini sangat rentan mengalami hal yang berbahaya.
Seperti saat meliput demonstrasi yang anarkis, ada yang terkena lemparan
batu. Nah, bagaimana kalau seperti itu, bagaimana pengobatannya," kata
Syahrul saat menerima pengurus Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) Sulsel, di ruang kerja gubernur, Senin (2/4).
Syahrul
mengatakan, tidak semua wartawan akan diasuransikan. Ada
penilaian-penilaian khusus dan kriteria yang akan ditentukan oleh
lembaga yang berkompeten. Seperti, asuransi yang diberikan Pemprov
Sulsel kepada 200 muballiqh yang kompetensinya dinilai Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
"Kita
jangan berpikir negatif tentang asuransi ini. Saya hanya ingin melihat
semuanya baik. Saya sendiri merasakan manfaat asuransi itu," ujarnya.
Dalam
pertemuan tersebut, Syahrul juga meminta agar pada pelaksanaan Hari
Pers Nasional yang akan dipusatkan di Kabupaten Pinrang, 8 April 2012
mendatang, ada agenda-agenda intelektual yang disusun oleh PWI terkait
regulasi pers. Salah satunya, bagaimana membangun paradigma nasional dan
mainset nasional masyarakat melalui pemberitaan-pemberitaan yang
disiarkan.
"Wartawan
tidak boleh terjebak pada keinginan industri semata. Tapi, semua
pemimpin redaksi harus patuh pada undang-undang dan kode etik pers,"
tegasnya.
Mantan
Bupati Gowa dua periode itu juga membandingkan kebebasan pers di
Indonesia dengan negara-negara lain. Seperti di Jepang, Inggris dan
Amerika. Negara-negara tersebut juga menganut kebebasan pers, tetapi
masih memiliki batas atau frame.
"Pers
memegang peranan yang sangat vital dalam membangun paradigma
masyarakat. Kita lihat pada demo kenaikan harga BBM kemarin, yang
terekspos bukan lagi isu penolakan kenaikan harga, tapi justru bergeser
ke aksi anarkis. Pers harus bisa membedakannya," urainya.
Syahrul
berharap, pers juga mengambil peran dalam menyelamatkan masa depan para
mahasiswa atau generasi muda Sulsel. Aksi-aksi anarkis yang terekspos
berlebihan, akan membuat mahasiswa Makassar ditolak industri kerja.
"Ada
tiga agenda yang harus ketemu. Antara lain, manajemen intelektual,
manajemen kontrol dan feedback antara pers dan pemerintah, serta
bagaimana perilaku pers. Kalau semua ini bisa ketemu, maka Sulsel akan
jauh lebih baik. Tidak mungkin investor akan masuk kalau kita
hancur-hancuran," tambahnya.
Sementara,
Ketua PWI Sulsel Zulkifli Gani Ottoh, mengatakan, yang menjadi agenda
utama bagaimana mendesak agar kesejahteraan wartawan bisa diperhatikan.
Minimal asuransi. Karenanya, saat ini PWI Sulsel sudah bekerjasama
dengan Ketua Apindo Pusat Sofyan Wanandi untuk membicarakan kerjasama
apa saja yang bisa kita lakukan.
"Kita
ajukan ke Pak gubernur responnya sangat baik. Kesejahteraan wartawan
memang menjadi agenda utama kita. Memang sudah ada perusahaan
masing-masing, tapi perlindungan yang diberikan untuk wartawannya masih
sangat terbatas. Apalagi, ketika hubungan kerjanya sudah terputus,"
jelasnya.
Terkait
kekerasan yang banyak menimpa wartawan, Zulkifli menilai, hal itu
terjadi karena ada kekurangan yang dimiliki para wartawan. Yakni, mereka
tidak menyadari pentingnya keselamatan diri ketika berada pada posisi
yang sudah tidak aman. Karenanya, PWI bekerjasama dengan Kodam VII
Wirabuana juga sudah melakukan latihan bela negara atau pembelaan diri
untuk para wartawan.
"Wartawan
itu kan haus berita, haus informasi. Tanpa diperintahpun mereka
langsung melakukan peliputan. Spontanitas mencari berita. Tapi, kadang
mereka tidak sadar ketika meliput bentrok dan ada pada situasi yang
tidak kondusif," tuturnya. (Dewi)