Rabu, 08 Februari 2012

KADIN SULSEL Minta Permentan No. 8/2011 Dievaluasi

Rabu, 08 Februari 2012


MAKASSAR: Kamar Dagang dan Industri Indonesia Sulawesi Selatan menolak pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian No. 8/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan. 
 
Ketua Kadin Sulawesi Selatan Zulkarnaen Arief mengatakan pihaknya akan menggerakkan 59 asosiasi pengusaha di bawah koordinasi Kadin Sulsel akan mengajukan peninjauan kembali Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 8/2011 tersebut. "Kami akan membentuk tim khusus untuk mengajukan keberatan atas pemberlakuan pelabuhan makassar sebagai pintu masuk impor produk hortikultura," ujarnya, hari ini. 
 
Menurutnya, kebijakan pemerintah pusat tidak memperhatikan potensi yang ada di daerah, karena aturan itu hanya membuka kran impor. Adapun berdasarkan data, kontribusi sumber daya alam dari Sulawesi itu mencapai 50,4% dari potensi sumber daya nasional, maka pemerintah pusat justru diharapkan membuka kran ekspor, bukan impor.
 
"Kita bisa lihat rumput laut Sulsel yang memiliki kualitas terbaik. Demikian pula dengan produksi ikan hias kita yang dipasok melalui pintu Singapura. Ini yang harus mendapat perhatian, tetapi apa yang terjadi pemerintah justru membuka impor dari luar masuk kesini. Ini ada apa," tanyanya. 
 
 
Dia mendesak pemerintah membuka pintu ekspor sejumlah komoditas Sulsel yang selama ini telah menguasai pusat perdagangan dalam negeri. Dalam perkembangan lain, Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Sulawesi Selatan menolak rencana penetapan Pelabuhan Makassar sebagai pintu masuk importasi komoditas sayuran dan buah-buahan bersama tiga pelabuhan lainnya di Indonesia yang akan ditetapkan awal Maret 2012.
 
 
Ketua KTNA Sulsel Rahman Daeng Tayang menilai Sulsel lebih mendesak untuk menjadikan Pelabuhan Makassar sebagai pintu ekspor dibandingkan dengan pelabuhan impor meskipun alasan membuka pelabuhan impor itu untuk memperketat pengawasan dan keamanan pangan. 
 
Menurutnya, pemberlakuan Pelabuhan Makassar sebagai pelabuhan impor hortikultura dapat mengancam produksi pertanian di Sulawesi Selatan. "Dalam pertemuan di Jombang [Jatim] kemarin, kami dengan tegas menolak pemberlakuan itu. [Petani akan bertanya] untuk apa memproduksi sayur-sayuran kalau pada akhirnya pemerintah membuka akses impor barang-barang [komoditas] itu," ujarnya, hari ini.
 
Pemerintah daerah, paparnya, seharusnya bisa menyikapi rencana itu sebab hasil produksi hortikultura Sulsel akan anjlok jika pemda setempat tidak menolak kebijakan ini. "Hasil sayur-sayuran Sulsel selama ini sudah banyak yang dipasok untuk kebutuhan daerah lain di luar Sulawesi. Seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana produksi Sulsel bisa ditingkatkan untuk standar ekspor," ucapnya.
 
Di sisi lain, dia mengingatkan sektor pertanian nasional membutuhkan dukungan teknologi untuk mendorong agriculture menjadi agribisnis. Selain Pelabuhan Makassar, tiga pelabuhan lainnya yakni Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), dan Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta) juga ditetapkan sebagai pintu masuk impor komoditi hortikultura. 
 
Penetapan Makassar dan tiga daerah tersebut sebagai pelabuhan dan bandara importasi buah dan sayur sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 8/PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). (sut)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar