Selasa, 7 Agustus, 2012
Akhirnya Presiden Su silo
Bambang Yudhoyono (SBY) perlu memanggil Gubernur Sulawesi Selatan
Syahrul Yasin Limpo (SYL) ke Sidang Kabinet Terbatas. Mau gimana lagi?
Krisis kedelai yang berlangsung belum lama ini jelas jadi alarm keras
bahwa ketahanan pangan kita ternyata butuh perhatian khusus.
Gara-gara peristiwa itu, kita semua sadar: negara kita terlalu
bergantung pada hasil bumi negeri lain. Hal yang mengherankan mengingat
julukan ‘negara agraris’ masih diajarkan di sekolah-sekolah dasar hingga
kini.
Saya pribadi melihat persoalan pangan adalah salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi negara kita tidak secepat negara Asia lainnya. Dulu Indonesia mengekspor beras dan mendapat pemasukan dari sana, kini kita mengimpor beras sehingga anggaran negara untuk sektor lain jadi berkurang; pendidikan misalnya.
Saya pribadi melihat persoalan pangan adalah salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi negara kita tidak secepat negara Asia lainnya. Dulu Indonesia mengekspor beras dan mendapat pemasukan dari sana, kini kita mengimpor beras sehingga anggaran negara untuk sektor lain jadi berkurang; pendidikan misalnya.
Untuk pertanian, sebenarnya Indonesia bukan bergantung sepenuhnya pada
hasil impor. Kita juga memproduksi, hanya saja kuantitasnya jauh dari
kebutuhan. Nah, menjelang hari raya Idul Fitri dan Idul Adha (sekitar 3
bulan lagi), kebutuhan pangan pasti melonjak. SBY (dan kita semua) tentu
tidak ingin ada krisis tahu-tempe atau krisis beras, daging, cabai, dan
lain-lain.
SYL bukanlah satu-satunya gubernur yang menghadiri Sidang Kabinet
Terbatas, ada 4 gubernur lain. Tapi secara khsusus, gubernur Sulsel ini
mendapat kepercayaan penuh dari presiden karena prestasinya di bidang
pertanian.
Di bawah kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo, Sulawesi Selatan tercatat
sebagai penerima Adi Karya Pangan Nusantara dalam tiga tahun terakhir,
Satya Lencana Pembangunan Pertanian untuk Peningkatan Produksi Beras
Nasional (P2BN) tiga tahun berturut-turut 2008-2010 serta Satya Lencana
Wirakarya Pembangunan 2011.
Tentunya kita layak berharap banyak pada SYL untuk memberi masukan-masukan kepada SBY soal cara meningkatkan ketahanan pangan kita. Bahkan target
10 juta ton pangan untuk Indonesia harusnya bisa dicapai karena Sulsel sendiri sukses mendapatkan surplus pangan sebesar 2 juta ton.
Tentunya kita layak berharap banyak pada SYL untuk memberi masukan-masukan kepada SBY soal cara meningkatkan ketahanan pangan kita. Bahkan target
10 juta ton pangan untuk Indonesia harusnya bisa dicapai karena Sulsel sendiri sukses mendapatkan surplus pangan sebesar 2 juta ton.
Masalah kedelai yang kemarin heboh juga dibahas dalam Sidang Kabinet
Terbatas tersebut. SYL diminta memberikan susunan dan konsep,
langkah-langkah strategis apa yang bisa dilakukan agar produksi kedelai
di Indonesia bisa digenjot. Semoga kita tidak perlu lagi mengimpor,
bahkan kalau bisa berganti jadi negara pengekspor kedelai.
Selain di bidang pangan, Presiden SBY juga meminta Syahrul menyiapkan
langkah untuk menggenjot produksi sapi. Pasalnya, Sulsel dinilai
berhasil sehingga bisa mencapai stok satu juta ekor sapi. Hal ini tentu
saja untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan daging menjelang
Lebaran. Meski tidak sampai menjadi negara pengekspor sapi, tapi
setidaknya mudah-mudahan kita tidak perlu lagi mengimpor daging dari
negara lain yang dihantui wabah sapi gila.
Bagi saya, bisa mengekspor itu bagus. Namun status tidak menjadi negara
pengimpor itu saja sudah cukup. Sebab hal itu berarti uang negara kita
bisa dialokasikan ke bidang lain secara optimal. Dengan begitu
perlahan-lahan negara ini bisa dibangun. Meski tidak langsung menjulang
luar biasa seperti Qatar, tapi setidaknya kita bisa maju tanpa
ketergantungan ke pihak asing.
Semoga pak Syahrul Yasin Limpo bisa menjalankan tugasnya dengan baik
sehingga ketahanan pangan Indonesia bisa membaik agar saya (serta semua
masyarakat Indonesia) bisa jajan gorengan tahu-tempe lagi dan ukuran
daging rendang di rumah makan Padang tidak menyusut lagi. [Krisna
Tobing]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar