Kamis, 26 Juli 2012

Anak Putus Sekolah di Sulsel-Pemprov Siap Tindaklanjuti


Kamis, 26 Juli 2012
JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel menyatakan siap menindak lanjuti temuan United Nations Children’s Fund (Unicef) terkait banyaknya anak-anak di Sulsel yang masuk kategori putus sekolah. 

Kendati demikian,Pemprov Sulsel meragukan data yang dilansir Unicef tersebut. Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo yang dikonfirmasi terkait temuan Unicef tersebut mengaku kaget dan tidak yakin terkait validitas data yang dilansir Unicef perwakilan Sulawesi, Maluku, dan Papua.Alasannya, untuk pendidikan dasar dari SD dan SMP sudah digratiskan pada 24 kabupaten/ kota. Bahkan, tahun ini, program pendidikan gratis mulai menyentuh tingkat SMA.

“Saya belum dapat data dari Unicef soal anak putus sekolah. Jumlahnya itu tidak mainmain loh,makanya saya, tidak yakin kebenaran data tersebut,” tegasnya kepada SINDO, di Jakarta, kemarin. Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Perwakilan UnicefWilayah Sulawesi,Maluku, dan Papua, Purwanta Iskandar mengatakan,kini terdapat sekitar 2,5 juta anak usia sekolah di Sulsel yang berada di luar sekolah.

Menurut dia, anak-anak itu berada di jalan, mau pun dalam kondisi putus sekolah karena alasan ekonomi. Namun,banyak pihak meragukan validitas data tersebut. Unicef, kata Syahrul, seharusnya berkoordinasi dengan Pemprov Sulsel terkait data tingginya anak-anak di Sulsel yang putus sekolah. Dengan demikian, pemprov bisa mengetahui daerah mana saja yang masuk kategori tertinggi anak putus sekolah mengingat pemerintah memiliki kewenangan untuk memaksakan orang tua untuk menyekolahkan anaknya.

Selain itu,Syahrul meminta Unicef menyerahkan temuan tersebut dan dipadukan dengan data yang dimilik pemprov. Hal ini penting untuk menemukan daerah dengan tingkat putus sekolah tertinggi sekaligus mencari solusi pemecahan masalah tersebut. “Perlihatkan datanya kepada saya supaya bisa diselesaikan ke daerah yang tingkat putus sekolahnya tinggi.Biar saya cek ulang ke daerah yang bersangkutan. Jangan lansir dimana- mana karena hanya memperkeruh masalah bukan menemukan pemecahan masalah,” tandasnya.

Menurutnya, untuk menekan angka putus sekolah cukup mudah jika ada data akurat dari lapangan. Pemprov siap menggunakan kewenangannya untuk memaksa orang tua menyekolahkan anaknya untuk pendidikan dasar. Menurutnya, tidak ada alasan orangtua tidak memberikan pendidikan kepada anak-anaknya karena biaya sudah ditanggung oleh pemerintah. “Memang ada yang putus sekolah tapi bukan karena biaya pendidikan tetap kondisi keluarga yang memaksa anakanak ikut membantu perekonomian orangtuanya.

Ini yang kadang terjadi,”ungkapnya. Terpisah, anggota Badan Anggaran DPRD Sulsel Aerin Nizar juga menyayangkan tingginya angka anak putus sekolah di Sulsel.Menurut dia,anggaran untuk pendidikan gratis di Sulsel pada 2012 ini mencapai Rp800 miliar.Hal itu bertujuan untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM), meningkatkan Angka partisipasi sekolah, dan menurunkan angka putus sekolah, serta membuat angka melek hurup Sulsel.

Namun, kenyataannya di lapangan berbeda. “Kalau saya, menjadi penting untuk mempertanyakan dana pendidikan gratis ini karena menunjukkan bahwa penetrasi anggaran yang demikian besar juga tidak berjalan efektif,” ujarnya. Dia menyebutkan angka partisipasi sekolah yang baru 53% untuk SMA dan 82% untuk SMP. Artinya, dari dua anak usia 16-18 tahun, ada satu yang tidak sekolah dan dari 100 anak umur 12-15 tahun ada 17 yang tidak sekolah.

“Ada masalah besar dan sangat signifikan di pendidikan gratis ini,”katanya. Mantan Rektor Universitas Muslim Indonsia (UMI) Mansyur Ramly menilai Pemprov Sulsel harus lebih hati-hati dalam mempromosikan pendidikan gratis. Dia beralasan, saat ini masih banyak komponen yang tidak ditanggung oleh pemerintah. Di antaranya, buku- buku, pakaian sekolah, dan lain-lainnya, semua itu menjadi kendala bagi orangtua yang kurang mampu sebab memerlukan biaya. Selain itu, faktor kemiskinan juga menjadi penyebab. ● abriandi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar