Senin, 03 September 2012

Dilema IPM dan Rakyat Buta Huruf Sulsel (bagian I)



SENIN, 03 SEPTEMBER 2012

Ridwan IR
Peneliti Buta Aksara
 
Tanggal 9 September 2011, Kementrian pendidikan Nasional (Kemendiknas) merilis data buta huruf Sulsel sebesar 520.247 orang.
Kemendiknas juga menempatkan Sulsel dalam jajaran prioritas  program pemberantasan buta aksara nasional sejak 2009 lalu.
Sontak saja, jajaran Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel meradang dan memberi bantahan  bahwa orang buta huruf di Sulsel hanya 68.083 orang. Pihak diknas mengklaim bahwa data yang dimiliki tersebut by name, photo, alamat, dan tanda tangan masing-masing.
Persoalan buta huruf ini kembali mengemuka sejak ekonom Dr Basri Razak (12 Agustus 2012) mengeritik kinerja Pemprov Sulsel dengan mengatakan bahwa IPM Sulsel dinilai tidak mengalami perubahan di lima tahun terakhir dan cenderung stagnan.
Pemprov diimbau untuk berhenti bicara prestasi dan bicara pada sejauh mana upaya yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Senada hal tersebut pada 22 agustus 2012 lalu, anggota DPRD Sulsel menyuarakan gagasan untuk mendongkrak peringkat indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulsel ke jajaran 15 besar nasional dengan mengharapkan kesungguhan Pemprov Sulsel untuk melakukan evaluasi multi sektoral dengan serius untuk melahirkan rumusan kebijakan tepat.
Indeks Pembangunan Manusia
Konsep pembangunan manusia merupakan konsep yang relatif baru diperbincangkan pada akhir tahun 80-an. Human Development Index (HDI) merupakan refleksi dari pencapaian manusia dalam tingkat dan distribusi materi dan non materi atau standar hidupnya.
Pada perkembangannya (tahun 80-an) Bank Dunia melontarkan pengertian pembangunan manusia (HDI/IPM) sebagai seluruh aktivitas dalam bidang: Pendidikan dan latihan, Gizi, Penurunan Fertilitas (kelahiran), Peningkatan kemampuan wirausaha dan administrasi, pengembangan dan tekhnologi.
Menyadari akan luasnya aspek sumberdaya manusia, maka pada tahun 1988, Bank Dunia kembali menambah komponen-komponen baru dalam mengukur HDI/IPM berupa: Kesempatan kerja, lingkungan hidup yang sehat, pengembangan di tempat kerja, dan kehidupan politik yang bebas.
Kini indikator yang menjadi ukuran capaian HDI/IPM suatu negara/daerah telah sampai pada hal-hal yang lebih komperhensif dan hampir menyentuh seluruh dimensi kehidupan masyarakat.
Namun dari berbagai indikator tersebut secara garis besar dapat dikatakan bahwa HDI/IPM tersebut bertumpu pada indeks Pendidikan, Kesehatan dan Perekonomian.
Pembangunan manusia menekankan pada pembentukan kemampuan seseorang melalui investasi pada dirinya dan kegunaan dari pada kemampuan tersebut bagi penciptaan partisipasi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat pada kehidupannya.
Pembangunan manusia sangat penting karena meliputi usaha-usaha pembangunan dari manusia (development of people). Pembangunan manusia juga berarti pembangunan untuk manusia (development for people), juga berarti Pembangunan oleh manusia (development by people) yang mensyarakatkan  pendekatan partisipatif.
Jadi pembangunan manusia mengadakan pembangunan di sekitar manusia, bukan membuat manusia berada di sekitar pembangunan atau dalam bahasa akademiknya dikatakan bahwa pembangunan manusia meliputi tiga unsur utama yaitu, perencanaan Sumberdaya manusia (SDM), Pengembangan SDM dan Penggunaan SDM.
Dalam perhitungan Index Pembangunan Manusia, digunakan angka agregat yang menggambarkan kemajuan pembangunan manusia di suatu daerah/wilayah dengan nilai maksimum 100.
Artinya  jika suatu daerah/wilayah telah mencapai angka 100 maka pembangunan manusia  secara keseluruhan telah tercapai dengan baik.
Maka suatu daerah/wilayah yang mempunyai angka IPM yang masih rendah atau masih jauh dari angka 100, berarti jarak yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari pembangunan manusia juga masih jauh.
Ketika kita mencoba melihat record pencapaian IPM Sulsel Lima tahun terakhir, terlihat bahwa sejak tahun 2007 IPM Sulsel (69,62), tahun 2008 (70.22), tahun 2009 (70.94), tahun 2010 (72,26) serta tahun 2011 (71,62).
Dari perjalanan capaian IPM ini terlihat bahwa telah ada peningkatan sebesar 2,64 point. Ini sekaligus menunjukkan bahwa upaya keras dan hasil pembangunan dalam kurun waktu hampir lima tahun sejak kendali pemerintahan Sayang berlangsung telah memperlihatkan kemajuan di hampir semua sektor kehidupan masyarakat.
Jika mencoba membandingkan capaian itu dengan indikator nasional adalah juga tidak terlalu memperlihatkan jarak yang terlalu jauh dan perlu dirisaukan berlebihan.
Disparitas angka dengan indeks nasional hanya terpaut pada kisaran angka 1.85 hingga 2.00 point. Namun yang perlu kita amati lebih dalam adalah apa gerangan yang menjadi penyebab masih rendahnya capaian IPM Sulsel dari target RPJM sebesar 75.63.
Dari hasil paparan kepala Bappeda Sulsel dikemukakan bahwa upaya perbaikan kesejahteraan masyarakat yang terekam dalam angka agregat IPM telah dilakukan pada semua sektor dan mengalami kemajuan berarti, hanya saja Sulsel masih mengalami perkembangan rendah pada upaya pemberantasan buta huruf yang menyebabkan capain indeks pendidikan rendah.
Pada indeks ini Sulsel hanya mencapai 87.65 point dari capaian nasional 92.95. Berangkat dari data capaian indeks pendidikan khususnya angka melek huruf yang tergolong rendah secara nasional menyisakan pertanyaan panjang, pada upaya pemberantasan buta huruf di Sulsel.
Ada apa dengan program KF di Sulsel, apa sesungguhnya yang menyebabkan hal tersebut terjadi, upaya apa saja yang telah dilakukan oleh Pemprov Sulsel khususnya SKPD terkait?. 
Data Buta Aksara
Pencapaian angka indeks pendidikan khususnya tingkat melek huruf menjadi penentu utama dalam indikator HDI secara international dan indikator IPM secara nasional. Kenapa hal itu begitu penting, karena kepandaian membaca dan menulis adalah merupakan suatu kebutuhan primer untuk saat ini.
Tanpa kepandaian membaca dan menulis teramat sulit bagi seseorang untuk mengikuti perkembangan pembangunan yang demikian pesat dan cepat sekarang ini.
Semakin kurang penduduk 15 tahun keatas yang tidak dapat membaca  dan menulis, maka semakin baik pula kualitas SDM penduduk/masyarakat pada suatu komunitas (negara/daerah). 
Dalam indikator pendidikan terdapat beberapa bagian yang menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan namun jika capaian angka melek huruf atau tingkat literasi masyarakat tidak lebih baik dari indikator lainnya, maka tentu saja secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi indikator lain.
Misalnya tingkat partisipasi pendidikan tidak akan mungkin mencapai tingkat baik jikalau jumlah orang yang tidak dapat membaca masih sangat tinggi atau lebih tinggi dari angka partisipasi sekolah. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar