Jumat, 05 Oktober 2012

OUTSOURCING: Tindak Pelangaran, Pemprov Sulsel Bentuk Satgas


Jumat, 5 Oktober 2012

Compact_buruh001

MAKASSAR: Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan membentuk satuan tugas (satgas) untuk memverifikasi perusahaan yang masih menerapkan sistem kontrak atau outsourcing.

Kepala Bidang Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel Hasman Mansyur mengatakan pembentukan satuan tugas (satgas) itu untuk mengoptimalkan penerapan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/2011 Tentang Penghapusan Tenaga Kerja Kontrak.

“Hingga kini, keputusan Mahkamah Konstitusi yang melarang penerapan sistem kontrak belum berjalan maksimal. Di Sulsel, masih banyak perusahaan yang mempekerjakan tenaga paruh waktu a.l, PT PLN, PT Telkom, perbankan, dan rumah sakit,” katanya, Kamis (4/10/2012).

Menurutnya, verifikasi mengacu laporan dari serikat pekerja. Sejauh ini, pihaknya telah menurunkan satuan tugas untuk memverifikasi 2 perusahaan di Kabupaten Pangkep dan Kota Makassar, salah satunya PT PLN Wilayah Suselrabar. Jika terbukti, maka akan diproses secara hukum.

Dia mengungkapkan, terdapat sejumah kriteria pekerjaan yang dilarang menggunakan sistem kontrak. Salah satunya yaitu, jenis dan waktu kerjanya tetap. Kebijakan tersebut tercantum dalam undang-undang tentang ketenagakerjaan, dan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27 Tahun 2011.

Selain memverifikasi perusahaan, satgas yang dibentuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel juga bertugas mensosialisasikan kedua regulasi tersebut ke setiap perusahaan di Sulsel. Khusus keputusan Mahkamah Konstitusi, sosialisasinya diakui masih cukup minim.

Diminta Melapor

Umar Kasim, Kepala Sub Unit Pembekalan dan Informasi Hukum Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, meminta perusahaan yang mempekerjakan pegawai berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk melapor ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi secara periodik. Tujuannya, memudahkan proses monitoring tentang hak pekerja, khususnya pada sektor yang objek kerjanya tidak tetap.

Pasca terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian uji materi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, setiap perusahaan wajib melaporkan jumlah tenaga kerja berstatus PKWT maksimal 7 hari setelah perjanjian kerja disepakati. Selain itu, perusahaan juga harus menyampaikan isi perjanjian, berupa pemenuhan hak kerja. Diantarannya, jaminan sosial dan upah lembur.

“Pada Pasal 59 Undang-undang Tenaga Kerja disebutkan, perusahaan diperbolehkan menerapkan sistem kontrak. Namun di perjanjian kerja samanya harus mengatur, klausul tentang pengalihan perlindungan bagi pekerja yang objek kerjanya tetap,” tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel La Tunreng menilai, dikabulkannya sebagian uji materiil undang-undang tentang ketenagakerjaan tidak mewajibkan perusahaan mengangkat tenaga outsourcing menjadi karyawan tetap.

Alasannya, terdapat mekanisme yang harus diterapkan. Selain itu, pengangkatan tenaga kontrak harus memenuhi sejumlah persyaratan dan menyesuaikan kualifikasi yang dibutuhkan.

“Kami akan segera berkoordinasi dengan pemilik perusahaan, agar menerapkan uji kelayakan kepada tenaga outsourcing yang layak diangkat menjadi pegawai tetap. Namun, harus mengacu perjanjian yang ditanda tangani dengan perusahaan penyedia jasa tenaga outsourcing,” katanya. (k46/sut)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar