Rabu, 17 Oktober 2012

MAKASSAR–Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan akan meremajakan 20.000 hektare areal
pengembangan kopi, untuk meningkatkan produktivitasnya.
Kepala Seksi Tanaman Tahunan Dinas Perkebunan Sulsel Abdurrahman
mengatakan dari data yang ada, potensi lahan yang belum dimanfaatkan
maksimal masih cukup besar. Apalagi kopi merupakan salah satu komoditas
yang berpotensi mendorong kesejahteraan masyarakat, khususnya di Sulsel.
Meskipun, kopi belum ditetapkan sebagai salah satu komoditas unggulan
Sulsel, tetapi salah satu jenis kopi yakni Arabika banyak diminati
sejumlah negara di Eropa dan Afrika.
“Untuk meningkatkan produktivitas komoditas tersebut, 20.000 hektare
areal pengembangan kopi di daerah ini akan kami remajakan hingga akhir
tahun ini. Lokasinya di Kabupaten Enrekang, Tana Toraja, Gowa, Bantaeng,
dan Bone,” ungkap Abdurrahman, Rabu (17/10).
Data Dinas Perkebunan Sulsel menyebutkan, potensi pengembangan kopi
mencapai 43.960 hektare. Namun, baru 29.000 hektare yang telah
dimanfaatkan dengan tingkat produktivitas yang cukup rendah karena
faktor usia tanaman. Selain itu, kondisi cuaca selama beberapa tahun
terakhir juga dinilai kurang mendukung.
Dia berharap, peremajaan tanaman dapat meningkatkan produktivitas kopi
tahun ini hingga 25.000 ton. Tahun lalu, produksi kopi Sulsel hanya
15.000 ton, atau lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai
21.798 ton. Sedangkan untuk nilai ekspor komoditas tersebut, di 2011
hanya US$7,1 juta dengan volume 1.150 ton. Padahal, tahun sebelumnya
mencapai US$19,9 juta dengan volume 5.759 ton.
Selain itu, Dinas Perkebunan Sulsel juga telah mengusulkan produksi
petani kopi di empat kabupaten memperoleh sertifikasi komoditas daerah
asal. Tujuannya, meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan
nilai jual.
Kepala Dinas Perkebunan Sulsel Burhanuddin Mustafa mengungkapkan, saat
ini harga jual kopi petani cukup rendah yaitu hanya Rp17.000 per liter.
“Rendahnya harga jual tersebut, dipengaruhi belum adanya sertifikat
daerah asal yang menjadi branding produk. Salah satu perusahaan swasta
yakni Suwarko Jaya telah mematenkan Kopi Toraja, sehingga harganya lebih
tinggi mencapai Rp100.000 per liter,” katanya.
Menurutnya, 300.000 pohon Kopi Arabika telah disiapkan untuk dibagikan
ke petani di Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Enrekang, dan Luwu.
Sertifikasi yang diusulkan sesuai lokasi pengembangan, sehingga setiap
kabupaten memiliki branding sendiri. Kemampuan petani mensertifikatkan
produknya, diakui masih cukup rendah karena membutuhkan biaya yang cukup
tinggi.
Dia menambahkan, benih kopi yang akan dibagikan dikembangkan secara
organik, mengingat pasar nasional maupun internasional lebih
menginginkan produk perkebunan yang bebas bahan pestisida.
Pihaknya berharap, kebijakan tersebut dapat meningkatkan harga jual dan kesejahteraan petani kopi di Sulsel.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha dan Petani Kopi Sulsel meminta pemprov
menyusun masterplan penanganan serta pengembangan komoditas Kopi
Arabika.
Ketua Asosiasi Pengusaha dan Petani Kopi Sulsel Litha Brand menuturkan,
pengembangan komoditas kopi khusus arabika di Sulsel cukup penting
dilakukan, menyusul tingginya minat konsumen terhadap produksi kopi
arabika Sulsel, saat dilakukan lelang kopi spesial beberapa waktu lalu
di Surabaya.
“Sejauh ini, produksi kopi Sulsel belum dimasukkan sebagai salah satu
komoditas unggulan perkebunan. Padahal, potensi pengembangan komoditas
tersebut masih cukup besar dilakukan,” katanya.
Litha mengungkapkan, jika dilakukan lelang harga Kopi Arabika saat ini
mampu mencapai enam kali lipat dari harga normal. Dalam kegiatan lelang
kopi spesial beberapa waktu lalu di Surabaya tegasnya, Kopi Toraja
mendapatkan skor tertinggi dalam proses seleksi yakni 86,29 point. Skor
tersebut, diatas rerata dari standar skor kopi spesial yang ditetapkan
minimal 83 point.
“Dalam lelang tersebut, harga Kopi Toraja dibanderol Rp432.000 per kilo.
Padahal diluar harga lelang, harga Kopi Toraja hanya Rp80.000 hingga
Rp100.000 per kilo,” ungkapnya. (K46)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar